Mengenal Pengertian Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) Hingga Aturannya
Karena nilai ekonomi yang tinggi dari tanah, proses pewarisan dalam bentuk tanah kerap kali terjadi dalam kehidupan masyarakat. Hal ini seringkali menimbulkan konflik dalam suatu keluarga dan mayoritas anggota keluarga (ahli waris) terlibat dalam sengketa warisan. Oleh karena itu, untuk mengatasi pemilikan hak atas tanah perseorangan jika jumlah ahli waris lebih dari satu, maka diperlukan hak yang mendasarinya, yaitu Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, khususnya pejabat yang berwenang, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Nah pastinya anda tidak mau hubungan dengan keluarga terpecah hanya karena masalah warisan. Maka dari itu, simak ulasan berikut agar anda lebih memahami apa itu Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) beserta aturannya.
Pengertian APHB
Pengertian Akta Pembagian Hak Bersama adalah suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuktikan kesepakatan antara pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut. Dokumen ini adalah buktikan kesepakatan antara pemegang hak bersama mengenai pembagian hak pewarisan. Maksud dari hak bersama tersebut mengacu pada perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang hak bersama atas tanah. Sementara apa yang dimaksud pembagian hak bersama adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang hak bersama atas tanah.
Tujuan Pembuatan APHB
Dalam keluarga Indonesia, pastinya ada proses pewarisan atau turun waris, pewarisan hak atas tanah. Tujuan pewarisan hak atas tanah adalah ahli waris bisa menguasai dan memanfaatkan tanah secara sah. Ketika seseorang yang menjadi pemegang hak atas tanah meninggal, hak tersebut beralih ke ahli waris. Pembagian hak selanjutnya dapat dilakukan sesuai ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pasal 51 PP 24/1997 tentang APHB. Pembagian hak selanjutnya itu baru dilakukan dengan pembuatan APHB.
Perlu dipahami tentunya bahwa dalam APHB bisa terjadi 3 hal (dalam Blangko akta APHB), yang tidak bisa tiga hal tersebut dipilih bersama-sama. Namun harus dipilih perbuatan hukum yang mana yang terjadi dalam pembuatan APHB tersebut, yaitu :
- Dalam pembagian Hak Bersama ini tidak terdapat kelebihan nilai yang diperoleh oleh salah satu pihak (konsep seolah-olah terjadi tukar menukar tanpa kelebihan nilai satu dengan yang lain).
- Para pihak melepaskan haknya atas kelebihan nilai yang diperoleh oleh pihak yang memperoleh hak sebagaimana diuraikan diatas (konsep seperti hibah).
- Karena memperoleh kelebihan nilai dalam pembagian Hak Bersama ini, ada pihak yang membayar dengan uang tunai kepada Pihak lainnya (konsep seperti jual beli).
Landasan Hukum Pembuatan APHB
Hukum yang mendasari pembuatan surat APHB adalah pasal 111 Ayat 3, Ayat 4 dan Ayat 5 PMA/KBPN (Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional) Nomor 3 Tahun 1997. Untuk masing-masing Ayat ini tertulis:
(3) Akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta notaris.
(4) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagian warisan, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris sebagai pemilikan bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat dilakukan sesuai ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
(5) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu pendaftaran peralihan haknya disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun tertentu jatuh kepada 1 (satu) orang penerima warisan, maka pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan akta pembagian waris tersebut.
Sementara pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 berbunyi:
(1) Pembagian hak bersama atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama didaftar berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut.
Menurut pasal 111 Ayat 4 PMA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997, pembuatan APHB dibuat oleh PPAT apabila di kemudian hari terjadi pembagian hak. Melalui pasal ini, juga diartikan bahwa jika terjadi peristiwa hukum akibat meninggalnya Pewaris sebagai pemegang Hak atas Tanah, maka sertifikat Hak atas Tanah dibaliknamakan atas nama para Ahli Waris (misalnya atas dasar Surat Keterangan Ahli Waris).
Setelah sertifikat Hak atas Tanah tertulis nama para Ahli Waris, di kemudian hari APHB akan dibuat jika terjadi pembagian hak. Pembagian hak ini dapat diteruskan dengan dasar ketentuan yang tertulis pada pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbicara mengenai APHB.
Peran Notaris Dalam Pembuatan APHB
Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 5, yang mengatakan bahwa pembagian hak bersama atas menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama didaftarkan berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut. Berikut ini lebih jelasnya terkait peran notaris dalam pembuatan APHB.
- Dalam proses pembuatannya Notaris/PPAT menjamin terhadap kepastian penandatangan, kepastian tentang para penghadap, kepastian waktu penandatanganan, dan kepastian tentang isi akta, dan para pihak tidak akan dapat mengingkari terhadap apa yang telah mereka buat berkaitan dengan akta tersebut, oleh sebab itu kepastian hukum dan perlindungan kepada para pihak nantinya akan lebih terjamin.
- Meneliti berbagai persyaratan dalam proses pembagian hak bersama dan kemudian melakukan pendaftaran peralihan hak berdasarkan akta pembagian hak bersama yang telah dibuat. Pejabat Pembuat Akta Tanah berkewajiban untuk meneliti persyaratan formil dan materiil mengenai subyek hak dan obyek hak, meliputi:
- Keabsahan Surat Keterangan Waris
- Akta Pembagian Hak Bersama
- Identitas para ahli waris (Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Akta Perkawinan),
- Surat Kematian
- 2 (dua) orang yang dijadikan sebagai saksi Surat Keterangan Waris
- Perpajakan (SPPT-PBB) dan persyaratan lainnya
- Dalam hal pembagian hak bersama berupa tanah warisan, Notaris berkewajiban untuk mencocokkan kebenaran identitas para ahli waris. Hal tersebut dapat dimulai dari pencocokan Kartu Tanda Penduduk, Akta Perkawinan, Kartu Keluarga, paspor, dan sebagainya. Apabila terdapat suatu kejanggalan di dalam identitas tersebut, notaris wajib memberitahukan kepada para pihak agar supaya para pihak dapat memberikan bukti-bukti lain yang bisa lebih menguatkan. Setelah meneliti berbagai persyaratan tersebut Pejabat Pembuat Akta Tanah bertugas untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut ke kantor Pertanahan dimana tanah itu terletak.
APHB vs. APHW
Banyak yang salah paham mengenai kedua akta tersebut. APHW adalah Akta Pembagian Harta Warisan. APHW sering disebut dengan nama akta notaris dan APHB adalah akta PPAT. APHW harus dibuat ketika pada sertifikat Hak atas Tanah masih tertulis nama Pewaris dan Pewaris telah meninggal dunia, tetapi para Ahli Waris sepakat untuk membagi hak atas tanah tersebut. Untuk memudahkan Anda, dapat disimpulkan bahwa:
- Jika sertifikat Hak atas Tanah sudah tertulis nama para Ahli Waris maka ketika para Ahli Waris setuju untuk melakukan pembagian hak maka harus dibuat surat APHB.
- Jika sertifikat Hak atas Tanah sudah tertulis nama para Ahli Waris maka ketika para Ahli Waris setuju untuk melakukan pembagian hak maka harus dibuat APHW.